-->

Arti Ukir-ukiran di Masjid Keraton Soko Tunggal Komplek Keraton Jogja

Selaku kerajaan Islam yg mempunyai histori lumayan panjang, Keraton Ngayogyakarta mewariskan sebagian peninggalan masjid yg menyebar di distrik Wilayah Istimewa Jogja. Diantara masjid yg lumayan unik yg ada di Jogja ialah Masjid Keraton Soko Tunggal. Masjid Keraton Soko Tunggal tersebut berada di kompleks Keraton Kesultanan Jogja, JL. Taman 1, No. 318, Kecamatan Kraton, Jogja, persisnya di depan pintu masuk object rekreasi Taman Sari.

Sesuai sama namanya, masjid tersebut mempunyai kekhasan yaitu cuma mempunyai 1 buah soko guru (tiang penyangga paling utama). Umumnya gedung memiliki konsep Jawa disangga oleh minimum 4 batang saka guru.

Menurut prasasti yg tercantum pada dinding depan, Masjid Keraton Soko Tunggal diresmikan pada hari Rabu Pon tanggal 28 Februari oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Masjid tersebut usai di bangun pada hari Jumat Pon tanggal 21 Rajab th. Be serta ditandai bersama Candrasengkala " Hanembah Trus Gunaning Janma " 1392 H ataupun 1 September bersama suryasengkala " Nayana Resi Anggatra Gusti " 1972 M.

Dikisahkan oleh salah seorang saksi pembangunan Masjid Keraton Soko Tunggal, serta ketika tersebut jua menjabat selaku sekretaris panitia pembangunan masjid, Hadjir Digdodarmodjo (84), pembangunan masjid itu meruapakan atas gagasan orang-orang yg ada di kira-kira Taman Sari yg inginkan suatu masjid selaku lokasi melaksanakan ibadah yg nyaman.

Baca juga: Tempat Wisata di Jogja Paling Terkenal



" Dahulu di distrik sini tak ada masjid, apabila lakukan salat berjamaah serta aktivitas keagamaan lainya kami memakai diantara sisi gedung di Taman Sari yg bernama Kedung Pengantin, " tutur Hadjir.

Pada akhirnya dibuatlah suatu panitia pembangunan masjid yg diketuai oleh Kakak Sri Sultan Hamengkubuwono IX, GBPH Prabuningrat. Lantaran diketuai oleh Keluarga Keraton Jogja, sistem pembangunan masjid itu cenderung jalan lancar.

Tidak ayal, Presiden Indonesia waktu tersebut, Soeharto jua ikut memberi pertolongan pembangunan masjid.

" Gedung tersebut berdiri diatas tanah seluas 900 mtr. persegi, yg adalah tanah pemberian Sultan HB IX. Bukan sekedar memberi tanah, beliau jua berpesan supaya gedung masjid di buat bersama arsitektur Jawa, serta beliau menunujuk R. Ngabehi Mintobudoyo yg adalah arsitek Keraton Jogja, selaku arsitek pembangunan Masjid Keraton Soko Tunggal, " tutur Hadjir.

Kuburan 10 Pejuang Kemerdekaan

Selanjutnya dia menceritakan, Sultan HB IX pada akhirnya mengambil keputusan untuk pilih tanah yg waktu tersebut dipakai selaku lokasi berdirinya gedung masjid. Lantaran di tanah itu dikuburkan 10 orang pejuang yg wafat waktu Serangan Umum 11 Maret 1949, Sultan HB IX mau masjid itu jua jadi tugu untuk beberapa pejuang itu.

Arsitektur gedung masjid tersebut sarat bersama arti. Apabila beberapa jamaah duduk di ruang masjid bakal lihat 4 batang saka bentung serta 1 batang saka guru alhasil seluruhnya sejumlah 5 buah. Hal tersebut adalah simbol negara Pancasila.

Saka guru adalah simbol sila yg pertama, yaitu Ketuhanan Yg Mahaesa. Usuk sorot (memusat kayak jari-jari payung), dimaksud jua peniung, adalah simbol kewibawaan negara yg membuat perlindungan rakyatnya.

Soko guru yg dipakai ialah kayu jati yg memiliki ukuran 50 cm x 50 cm yg dihadirkan dari wilayah Cepu. Waktu ditebang, usia kayu jati itu sudah meraih 150 th.. Sedang umpak (batu penyangga tiang) datang dari petilasan Sultan Agung Hanyokrokusuma yg dulu berkedudukan di Pleret Bantul.

Di masjid tersebut jua ada bermacam ukir-ukiran. Ukiran tersebut terkecuali ditujukan untuk menaikkan keindahan serta kewibawaaan, jua memiliki kandungan arti serta maksud spesifik. Ukiran praba, bermakna Bumi, tanah, kewibawaan.

Ukiran saton bermakna menyendiri, sawiji. Ukiran Sorot bermakna cahaya sinar matahari.

Tlacapan bermakna panggah, yakni tabah serta tangguh. Ceplok-ceplok bermakna pembasmi angkara murka.

Ukiran mirong bermakna maejan ataupun nisan, bermakna bahwasanya seluruhnya nantinya niscaya di panggil oleh Allah.

Ukiran tetesan embun diantara daun serta bunga yg ada di balok uleng bermakna siapa yg salat di masjid tersebut mudah-mudahan memperoleh anugerah Allah.

Dari segi konstruksi, gedung masjid Sokotunggal tersebut jua sarat arti. Dalam konstruksi masjid tersebut ada sisi yg berupa bahu dayung'.

Tersebut melambangkan, beberapa orang yg salat di masjid tersebut jadi orang yg kuat hadapi godaan iblis angkara murka yg datangnya dari 4 penjuru serta 5 pancer.

Sunduk bermakna menyebar untuk meraih maksud. Santen bermakna bersih suci (kejujuran). Uleng berarti wibawa.

Singup berarti keramat, Bandoga berarti hiasan pohon-pohon, lokasi harta karun. Tawonan bermakna gana, manis, penuh.

Rangka-rangka masjid yg dibuat sedemikian rupa jua mempunyai arti. Saka brunjung melambangkan usaha meraih keluhuran wibawa lewat simbol tawonan.

Dudur ialah simbol ke arah harapan kesempurnaan hidup lewat simbol bandoga. Balok/Saka Bindi simbol meraih harapan kesempurnaan hidup lewat simbol gonjo.

Sirah gada, melambangkan kesempurnaan senjata yg ampuh, prima baik jasmani serta rohani. Mustaka dipakai untuk melambangkan keluhuran serta kewibawaan.